Nasional

AMSI Tegaskan Tolak Draf RUU Penyiaran

Rab, 15 Mei 2024 | 13:00 WIB

AMSI Tegaskan Tolak Draf RUU Penyiaran

Lambang AMSI (Foto: amsi.or.id)

Jakarta, NU Online
Draf revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).


Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika menegaskan bahwa AMSI menolak draf revisi Undang-Undang Penyiaran.


"Saya kira penegasan saja bahwa hari ini seluruh konstituen Dewan Pers satu frekuensi dengan Komisioner Dewan Pers menegaskan penolakan terhadap draf revisi Undang-Undang Penyiaran," ujarnya kepada kepada wartawan saat jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5/2024).


Ia mengatakan bahwa sebagai asosiasi publisher digital dengan sekitar 400 media online di seluruh Indonesia, AMSI akan menyuarakan penolakan ini bersama dengan rekan-rekan dari asosiasi. 


"Kalau DPR tidak mengindahkan aspirasi ini, maka Senayan akan berhadapan dengan komunitas pers," imbuhnya.


Sementara itu Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kamsul Hasan menjelaskan bahwa sikap PWI sejalan dengan Dewan Pers dalam menilai bahwa usulan RUU tersebut tidak sesuai dengan aturan main hukumnya. Ia menambahkan bahwa Undang-Undang 40 yang ada dalam undang-undang sebelumnya telah dihilangkan dalam usulan tersebut.


"Kemudian di pasal 42 itu dulu dikenal ada namanya wartawan penyiaran itu wajib untuk mentaati kode etik dan peraturan perundangan lain, ini dihilangkan. Jadi kata wartawannya dihilangkan. Jadi tidak dianggap bahwa penyiaran itu ada wartawannya," ujarnya.


Ia mengatakan bahwa ada pasal dalam draf RUU tersebut, penyelesaian sengketa diambil alih oleh Komisi Penyiaran (KPI), dan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Profesional Siaran (SPS) sudah dimasukkan dalam RUU tersebut.


"Nah, Bapak Ibu ketahui kalau kode etik itu dimandatkan dibuat oleh kami semua, difasilitasi oleh Dewan Pers, kemudian menjadi peraturan, yang kemudian diawasi oleh Dewan Pers. Berbeda dengan P3 SPS (dalam draf RUU penyiaran) dibuat oleh KPI sendiri, tidak melibatkan kami," jelasnya..


"Dibuat oleh KPI sendiri, kemudian diawasi oleh KPI, sanksinya secara administratif dijatuhkan oleh KPI. Ini lembaga superpower banget, sangat superpower, dia yang membuat aturan, dia yang mengawasi, dia juga yang menjatuhkannya. Nah, ini yang kemudian kita tolak. Kita berharap bahwa karya jurnalistik penyiaran itu diselesaikan berdasarkan Undang-Undang Pers, jadi tidak berdasarkan apa yang ada di draf," pungkasnya.